Jumat, 07 Desember 2012

Cerpen: PERTEMUAN YANG TAK DISANGKA-SANGKA karya Nursjamsu

PERTEMUAN JANG TAK DISANGKA-SANGKA
Karya:Nursjamsu

Sejak kedjadian diatas ini Totoi tak mau lagi bermain-main dengan Usmono. Dan karena anak-anak lain takut pada Totoi, mereka itupun mengelak-elakan Usmono pula. Demikianlah ia diwaktu bermain hanja duduk-duduk sendiri tak ikut bermain-main. Kadang-kadang ikut juga ia bermain dengan murid-murid kelas rendah. Tak lama kemudian tak ada pula nafsunja lagi untuk bermain dengan anak-anak jang lebih ketjil dari dia itu, karena bila ia sedang bermain-main selalu didengarnja tertawa dan edjekan dibelakangnja dari Totoi dan golongannja.
“Lihatlah radja anak-anak ketjil itu.”
“Tentu adja ia menang terus, lawannja tjuma anak-anak ketjil.”
“Radja anak-anak ketjil! Radja anak-anak ketjil! Ia tak laku oleh kita!”
Demikianlah selalu terdengar dibekangnja. Kalau ia menoleh hendakmelawan penggoda-penggodanja itu, merekapun pura-pura tak melihat Usmono. Mereka pura-pura bukan menggoda Usmono, tetapi mereka pura-pura goda-menggoda sama-sama mereka.
Kadang-kadang Usmono rasanja mau memukul mereka kiri kanan,karena djengkel. Kadang-kadang mau ia menangis rasanja, karena sedih melihat kelakuan Totoi jang selalu disajanginja itu.
Lama-kelamaan gurupun tahu djuga akan keadaan ini. Tetapi ia belum mau mentjampuri soal nak-anak sama anak-anak itu. Sungguhpun begitu diperhatikannja djuga kedjadian itu, supaja dapat bertindak bila perlu.
Tetapi orang tua Usmono tak tahu menahu tentang itu. Waktu dokter Mukadi bertanja mengapa Totoi tak pernah lagi dating bermain-main. Usmono mendjawab: “Ahbarangkali ia banjak kerdja, atau harus menolong orang tuanja, ajah.” Mendengar itu dokter Mukadi tak bertanja-tanja lagi.
Djadi Usmono terpaksa bermain seorang diri sadja dirumah. Selalu bermain sendiri, lama kelamaan ia merasa bosan pula. Tetapi Usmono tak pernah mengeluh. Kalau ajahnja dipanggil mengobati orang sakit. Usmono ikut dengan ajahnja.
Pada suatu sore ia sedang bermain lajang-lajang. Tetapi lajang-lajangnja itu tak mau naik. Kesal hatinja!
Tiba-tiba dilihatnja ajahnja pergi kekandang mobil sambal mendjindjing tas obatnja.
“Pergi kemana ajah?” seru Usmono.
“Ke Petojdo. Ada orang sakit disana,” djawab ajahnja.
“Aku ikut, jah?” Tanya Usmono pula.
“Ajohlah. Tapi beritahu ibumu dulu. Kalau tidak nanti ditjari-tjarinja kau,” kata dokter Mukadi.
Usmono lari sebentar kedalam rumah, memberitahukan kepada ibunja, bahwa ia ikut dengan ajahnja. Ia lalu lompat kedalam mobil dan duduk disebelah ajahnja; ajahnja memegang setir sendiri.
Merekapun berangkatlah menudju kearah Petodjo. Rumah orang sakit jang harus diperiksa dokter Mukadi itu ialah di Petodjo, di Kampung Djagamonjet.
Setelah sampai disana, dokter Mukadipun keluarlah dari mobil membawa tas obatnja, lalu masuk kedalam rumah itu. Usmono tinggal menunggu didalam mobil. Ia bersandar, duduk bermalas-malasan, melihat-lihat keluar.
“Eeh,” pikiran tiba-tiba. “Serasa kenal aku sekitar sini.” Sambil menggaruk-garuk kepalanja, diperhatikannja lebih baik sekitar itu. “Djalan jang sempit ini kukenal,” ia berkata pada dirinja. “Rumah jang berbatang magga itu aku kenal pula. Telah pernah aku menjolong mangga muda dari sana. Dan got ini,” katanja lebih landjut, sambil menarik-narik hidungnja, karena bau selokan jang busuk itu, selalu tergenang airnja. Dan itu disana, ada warung ketjil, tempat anak-anak biasanja sibuk membeli petjel, nasi aduk dan pisang goring. Dan...  Jang mendjualnja…  seorang perempuanjang masih muda… montok… suka tertawa… dan jang menolongnja… anaknja… aku.”
Dengan tak diketahuinja, Usmono sudah keluar dari dalam mobil. Sebagi orang bermimpi ia berdjalan perlahan-lahan kearah warung itu. Dilihatnja memang banjak anak-anak sedang membeli djadjan-djadjanan disana.
Siapakah perempuan jang berdjualan itu…? Mukanja sedih tampaknja.
“Ah, salah aku,: piker Usmono.
Usmono menantang wadja perempuan itu. Dan entah terasa oleh perempuan itu ada mata orang menatap kepadanja, iapun melihat pada Usmono. Keduanjapun pandang-memandang, tatap-manatap mata.
Tiba-tiba berkilat beberapa ingatan dalam pikiran Usmono. “Aku dahulu biasanja menolong ibuku berdjualan! Kalau begitu…” Usmono terdiam. Diperhatikannja perempuan itu sungguh-sungguh. “Ah, tak mungkin,” piker nja. Perempuan itu bukan ibuku. Ibuku masih muda. Dan perempuan ini sudah tua. Tapi… memang serupa… tapi….”
Demikianlah Usmono berdiri berpikir-pikir, dan menggaruk-garuk kepalanja.
Tiba-tiba ia terkedjut.
“Usmono, anakku,” djerit perempuan itu.
Mendengar suara itu Usmono mendapat pikiran jang pasti.
“Ibu… Ibu…” serunja kembali lalu ia lari menudju ibunja itu. Tetapi belum sampai ia kesana, ibunjapun rebahlah ketanah tak sadarkan diri lagi.
Daftar Rujukan:
Nursjamsu. 1972. Usmono Membela Ibu. Djakarta: Balai Pustaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar